Suka Duka Melewati Tanah Latrit
SUKA DUKA MELEWATI TANAH LATRIT
Hari ini saya memulai mangang ke perusahaan sawit, bisanya
saya hanya mengantarkan siswa untuk magang saja dan itu juga mengendarai mobil.
Tetapi !!! sekarang saya tau apa yang dirasakan siswa selama ini (tegang,
binging, takut, resah) bercampur aduk.
Sepanjang jalan menuju perusahaan, saya hanya melihat
hamparan pohon kelapa sawit di samping kiri dan kanan jalan, terasa sunyi
senyap. Tanah merah menyelimuti permukaan jalan menuju kantor yang berada di
tengah-tengah kebun, debu tanah merah ini dapat saya lihat menempel di atas
permukaan dedauan kelapa sawit.
Tanpa saya sadari...celana, sepatu, tas, jaket,
bahkan alis dan bulu mata saya berubah warna menjadi merah. Padahal saya tidak
merasa kalau saya telah menyemir alis dan bulu mata saya dengan warna merah
kekuningan. Wajah seperti memakai masker (kaku dan kencang), saya hanya tertawa
geli melihat keadaan saya saat itu. Saya coba kebaskan dan pukul-pukul lembut
jaket saya, “berharap bisa hilang”ternyata
debu ini tidak dapat hilang.
Tanah merah merupakan tanah yang identik dengan jalan
menuju perkebunan sawit, klo anda belum pernah melewati jalan latrit, anda belum
dikatakan hebat menurut saya “seloroh saya dalam hati”. Perjalanan ini
merupakan perjalanan yang menyenangkan, melelahkan, bercampur aduklah rasanya.
Disaat saya berada cukup lama di dalam perjalanan, saya
merasakan miyang. Wah ternyata saya juga sudah dapat merasakan nikmatnya debu
tanah merah “seloroh saya” Al-hasil bentol-bentol dan merah-merah badan saya,
garuk sana...garuk sini.
Dalam hati saya berkata “Mandi adalah jalan terbaik
untuk menghilangkan gatal-gatal ini”, tetapi mandi di mana? Gak bawa baju ganti
juga.
Dengan terpaksa menikmati miyang ini hingga pulang
kerumah sore harinya. Tetapi saya tetap bersyukur karena hari ini hujan tidak
mengiringi perjalanan saya, padahal harinya mendung dan gelap. Apabila hujan,
saya tidak bisa keluar dari perkebunan
sawit, karena tanah latrit akan lengket di kendaraan dan jalan menjadi licin, mustahil
saya akan mampu melewati jalan ini.
Ini perjalanku, mana perjalananmu???
Komentar