PEMBUATAN PUPUK KOMPOS BERBAHAN LIMBAH SABUT KELAPA


M

PEMBUATAN PUPUK KOMPOS BERBAHAN
LIMBAH SABUT KELAPA





1.1         Latar Belakang
Limbah atau sisa hasil kegiatan pertanian yang biasa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kompos, di antaranya jerami, sekam padi, gulma, batang jagung, tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang, sabut kelapa, dan lainnya. Limbah pertanian biasanya memiliki C/N rasio yang relatif mendekati C/N rasio tanah sehingga proses pengomposan dari limbah hasil pertanian cenderung lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan pengomposan bahan lainnya. Oleh karena itu, limbah pertanian juga sering dicampurkan ke bahan baku kompos yang memiliki C/N rasio tinggi. (Pertanianku.com. 2016)
Tanpa kita sadari ternyata sabut kelapa memiliki banyak manfaa, seperti misalnya sebagai bahan baku pembuatan keset, sapu, karpet, sandal dan pupuk organik cair maupuan padat.
Sabut kelapa atau dikenali juga dengan istilah cocopeat merupakan limbah perkebunan yang berlimpah di daerah penghasil kelapa, seperti halnya di lingkungan SMKn 1 Teluk Sampit. Tanaman yang masih keluarga aren-arenan atau Arecaceae ini, seluruh bagiannya mempunyai manfaat yang besar bagi manusia. Jika air kelapa mempunyai manfaat penting sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik cair, begitu juga dengan sabut yang membungkus buah kelapa dapat diolah menjadi pupuk organik padat atau bokashi. (Organikilo.co. 2016).

1.2     Rumusan Masalah
Bagaimana pengolahan limbah sabut kelapa sederhana dengan cara pembuatan kompos menggunakan bahan dasar limbah sabut kelapa dengan perlakuan pemberian EM4?

1.3.    Tujuan
1.      Untuk mangetahui cara pengolahan limbah sabut kelapa melalui pembuatan kompos dengan perlakuan pemberian EM4.
2.      Mampu mengaplikasikan limbah sabut kelapa menjadi bahan yang bisa dimanfaatkan yaitu proses pengomposan sebagai pupuk bagi tanaman.


bab ii
tinjauan PUSTAKA

2.1         Pengertian Kompos 
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses di mana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. (Wikipedia. 2016).

2.2         Manfaat Cocopeat Sabut Kelapa Untuk Pertanian
Dalam dunia pertanian yang berbasis organik, memanfaatkan sabut kelapa sebagai pupuk padat memiliki peran penting bagi kesuburan tanah pertanian. pada pupuk organik padat, cocopeat / sabut kelapa berfungsi sebagai bio pori bagi tanah, dengan adanya rongga-rongga pada tanah dapat memperbaiki sirkulasi udara membawa oksigen yang sangat dibutuhkan tanaman.
Selain memperbaiki aerasi pada tanah pertanian, manfaat lain dari sabut kelapa adalah memiliki kemampuan menyimpan air 6 kali lipat dari volumenya. Dengan kata lain, jika berat sabut kelapa 1 kg maka daya simpan air bisa mencapai 6 kg air, tentunya menggunakan sabut kelapa sebagai bahan dasar pupuk organik merupakan solusi tepat untuk daerah yang minim curah hujan. (Organikilo.co. 2016)



2.3         Kandungan Unsur Hara Sabut Kelapa
Sebenarnya sabut kelapa yang belum di olah bukanlah cocopeat, cocopeat sendiri merupakan limbah pengolahan sabut kelapa yang di ambil serat atau fiber. Cocopeat merupakan butiran halus atau serbuk dari fiber kelapa, apapun istilah yang digunakan untuk menyebutnya itu bukan suatu masalah. yang menjadi pokok bahasan adalah manfaat sabut kelapa yang sangat besar untuk pertanian, Adapun kandungan unsur hara yang dimiliki sabut kelapa baik makro atau mikro ternyata sangat dibutuhkan oleh tanaman.
Kandungan unsur hara makro dan mikro yang terdapat pada sabut kelapa antara lain (K) Kalium, (P) Fosfor, (Ca) Calsium, (Mg) Magnesium, (Na) Natrium dan beberapa mineral lainnya. Namun dari sekian banyak kandungan unsur hara yang dimiliki cocopeat, ternyata jumlah yang paling berlimpah adalah unsur K (kalium). Seperti yang telah kita ketahui bahwa kandungan (P) Fosfor dan (K) Kalium sangat dibutuhkan tanaman saat proses pembentukan buah serta peningkatan rasa untuk segala jenis buah. (Organikilo.co. 2016).
Tabel. 1. kondisi yang Optimal untuk Mempercepat Proses Pengomposan
Kondisi
Kondisi yang bisa diterima
Ideal
Rasio C/N
20:1 s/d 40:1
25-35:1
Kelembaban
40 – 65 %
45 – 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia
> 5%
> 10%
Ukuran partikel
1 inchi
bervariasi
Bulk Density
1000 lbs/cu yd
1000 lbs/cu yd
pH
5.5 – 9.0
6.5 – 8.0
Suhu
43 – 66oC
54 -60oC



BAB III
METODE PELAKSANAAN


3.1         Alat dan Bahan
1.      Alat
Tabel. 2 Alat yang digunakan
No
Jenis Alat
Kegunaan
1.
Cangkul
Mengaduk bahan agar tercampur rata
2.
Cetok
Mengaduk bahan agar tercampur rata
3.
Ember
Untuk mencampur air dan EM 4
4.
Terpal
Sebagai alas dan penutup kompos agar cepat matang
5.
Parang
Mencacah sabut kelapa
6.
Telenan
Alas untuk mencacah sabut kelapa

2.      Bahan
Tabel 3. Bahan yang digunakan
No
Jenis Bahan
Jumlah
1.
Sabut Kelapa
5 kg
2.
Sekam Padi
3 kg
3.
Pupuk Kandang
4 kg
4.
EM-4
2 tutup botol
5.
Kapur Dolomit
2 kg
6.
Air
2        liter

3.3     Metode Pelaksanaan
1.        Siapkan bahan ( pupuk kandang, sekam padi, sabut kelapa, kapur dolomit, EM4)
2.        Sabut kelapa di cincang sampai halus, agar lebih mudah terurai
3.        Kemudian gabungkan menjadi satu bahan yang telah disiapkan ( sekam padi, kapur dolomit, sabut kelapa dan pupuk kandang).
4.        Aduk – adung hingga tercampur semua
5.        Kemudian tambahkan air dengan EM-4 kira-kira 2 tutup botol untuk 2 liter air
6.        Setelah itu campurkan larutan air yang telah di tambahkan M-45 tadi kedalam campuran sekam padi, pupuk kandang, kapur dolomit dan sabut kelapa, sambil diaduk – aduk hingga merata.
7.        Setelah dirasa cukup merata, pupuk komposnya dapat ditutup rapat, diamkan selama 3 hari kemudian aduk kembali dan jika pupuk organik tersebut terasa panas berarti mikroba berfungsi baik
8.        Tutup kembali kemudian setelah hari ke 6 aduk kembali lalu tutup kembali, begitu seterusnya hingga pada hari ke 19 pupuk sudah siap di gunakan pada tanaman. 


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1     Hasil
Pengamatan dilakukan setiap 3 hari, sebanyak 6 kali pengamatan, adapun hasil pengamatannya sebagai berikut:
1.        Pengamatan pada hari ke 3 menunjukkan jika kompos yang dibuat masih berbau, warna sabut dan sekam  masih terlihat seperti awal, teksturnya masih menggumpal.
2.        Pengamatan pada hari ke 6 masih sama dengan pengamatan ke 3, tetapi sabut dan sekam mulai berubah warna.
3.        Pengamatan pada hari ke 9 menunjukkan bahwa kompos sudah mulai tidak berbau, warna sabut sudah coklat gelap dan teksturnya masih menggumpal tetapi agak remah.
4.        Pengamatan pada hari ke 12 masih sama dengan pengamatan ke 9, tetapi teksturnya sudah mulai remah.
5.        Pengamatan pada hari ke 15 tidak dilakukan karena hujan
6.        Pengamatan pada hari ke 19 menunjukkan jika kompos yang dibuat matang. Tekstur remah dan berwarna hitam coklat gelap. Berdasarkan pengamatan terhadap kompos yang telah dibuat, maka hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:
a.         Bau : Kompos yang dihasilkan tidak berbau.
b.         Warna: Kompos berwarna berwarna coklat gelap.
c.         Tekstur: tekstur yang dihasilkan Gembur dan tidak menggumpal.
d.        Waktu: Proses pembuatan kompos sampai pembuatan laporan hanya dilakukan dalam waktu 19 hari.

4.2         Pembahasan
Berikut karakteristik fisik kompos yang telah dibuat :
1.        Bau
Jika proses pembuatan kompos beralan dengan normal, maka tidak menghasilkan bau yang menyengat (Isroi dan Yuliati, 2009). Walaupun demikian, dalam pembuatan kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau. Kompos yang sudah matang dapat diketahui dari baunya yang seperti bau tanah. Berdasarkan hasil pengamatan.
2.        Warna
Warna merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kematangan kompos yaitu cokelat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang. dari hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan berwarna cokelat kehitam-hitaman.
3.        Tekstur
Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung dengan cepat. Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tekstur kompos remah dan tidak menggumpal. pada kompos yang sudah matang, bentuk fisiknya menyerupau tanah yang berwarna kehitaman. Menurut hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan bertestur remah dan tidak menggumpal.
4.        Waktu
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode yang digunakan dan keberadaan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu 2 minggu. Menurut hasil pengamatan, waktu pengomposan yang dilakukan selama 22 hari mulai dari persiapan bahan hingga pupuk siap digunakan. Hal ini disebabkan karena bersaan dengan musim penghujan.

4.3     Kendala
Kendala  yang dihadapi selama proses pembutan kompos antara lain:
1.        Kurangnya alat- alat yang mendukung seperti cooper untuk memotong, dan alat untuk mengukur suhu, kelembapan, dan pH untuk pengontrolan selama proses pengomposan.
2.        Waktu pembuatan kompos yang lebih lama sehingga, karena berbarengan dengan musim penghujan.




BAB V
PENUTUP

5.1     Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan pembuatan kompos yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.        Limbah sabut kelapa dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang memiliki unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
2.        Hasil yang yang didapatkan berdasarkan faktor- faktor yang mempengaruhi pembuatan kompos adalah kompos tidak berbau, teksturnya remah dan tidak  menggumpal, warna coklat gelap.
3.        Kompos yang dihasilkan sempurna dan sudah dapat dimanfaatkan, walaupun waktu pematangan lebih lama dari perkiraan.

5.2     Saran- saran
Dalam pembuatan kompos ini, saran yang dapat diberikan antara lain:
  1. Waktu pelaksanaan pembuatan kompos perlu diperhatikan mengingat waktu yang dibutuhkan cukup lama tergantung dengan bahan dan metode yang digunakan.
  2. Dalam pencacahan bahan dasar kompos yaitu limbah sabut kelapa harus dipotong dengan ukuran yang lebih kecil sehingga dapat memudahkan proses pengomposan dan penguraiannya juga semakin mudah.
  3. Perlunya memperhatikan lokasi penyimpanan kompos agar tidak mengganggu lingkungan sekitar.
  4. Jangan membuat kompos di saat musim penghujan akan memperlambat proses pematangan kompos



FOTO KEGIATAN PEMBUATAN KOMPOS 
BERBAHAN DASAR SABUT KELAPA










 

 


 



 




DAFTAR PUSTAKA

Organikilo.co. 2016. “Sabut kelapa untuk pertanian”.Https://Organikilo.Co/2014/12/Manfaat-Cocopeat-Sabut-Kelapa-Untuk-Pertanian.Html
Ratna Ningtyas Wahyu. 2014 . Laporan Praktikum Kompos. https://duniakesehatanmasyarakat.wordpress.com/2014/04/12/laporan-praktikum-kompos/



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pasca Panen Kelapa