BUDIDAYA TANAMAN SAWIT

BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT

Kelapa sawit  (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannyamenghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Di Indonesiapenyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.
1. Pemerian botani
African Oil Palm (Elaeis guineensis)

BUDIDAYA TANAMAN SAWIT
Sawit

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female sterilsehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri dari tiga lapisan:
Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
Mesoskarp, serabut buah
Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endospermadan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).
2. Syarat hidup
Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU – 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.
3. Tipe kelapa sawit
Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik. Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalancangkang, yang terdiri dari
Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%.
Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.
Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.  Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.
4. Hasil tanaman
Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin,sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keuunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendahkolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.
Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.
5. Sejarah perkebunan kelapa sawit
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belandapada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias diDeli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industripertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit “Deli Dura”.
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utaradan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911.
Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.
Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).
Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT
BUDIDAYA KELAPA SAWIT
I. PENDAHULUAN
Agribisnis kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), baik yang berorientasi pasar lokal maupun global akan berhadapan dengan tuntutan kualitas produk dan kelestarian lingkungan selain tentunya kuantitas produksi. PT. Natural Nusantara berusaha berperan dalam peningkatan produksi budidaya kelapa sawit secara Kuantitas, Kualitas dan tetap menjaga Kelestarian lingkungan (Aspek K-3).
II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-280C. Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.
2.2. Media Tanam
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.
III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Penyemaian
Kecambah dimasukkan polibag 12×23 atau 15×23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan.
Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag 40×50 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah dengan POC NASA 5 ml atau 0,5 tutup per liter air. Polibag diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak 90×90 cm.
3.1.2. Pemeliharaan Pembibitan
Penyiraman dilakukan dua kali sehari. Penyiangan 2-3 kali sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Bibit tidak normal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus dibuang. Seleksi dilakukan pada umur 4 dan 9 bulan.
Pemupukan pada saat pembibitan sebagai berikut :
Pupuk Makro
> 15-15-6-4
Minggu ke 2 & 3 (2 gram); minggu ke 4 & 5 (4gr); minggu ke 6 & 8 (6gr); minggu ke 10 & 12 (8gr)
> 12-12-17-2
Mingu ke 14, 15, 16 & 20 (8 gr); Minggu ke 22, 24, 26 & 28 (12gr), minggu ke 30, 32, 34 & 36 (17gr), minggu ke 38 & 40 (20gr).
> 12-12-17-2
Minggu ke 19 & 21 (4gr); minggu ke 23 & 25 (6gr); minggu ke 27, 29 & 31 (8gr)
> POC NASA
Mulai minggu ke 1 – 40 (1-2cc/lt air perbibit disiramkan 1-2 minggu sekali).
Catatan : Akan Lebih baik pembibitan diselingi/ditambah SUPER NASA 1-3 kali dengan dosis 1 botol untuk + 400 bibit. 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman
3.2. Teknik Penanaman
3.2.1. Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam dapat monokultur ataupun tumpangsari. Tanaman penutup tanah (legume cover crop LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Penanaman tanaman kacang-kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.
3.2.2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum tanam dengan ukuran 50×40 cm sedalam 40 cm. Sisa galian tanah atas (20 cm) dipisahkan dari tanah bawah. Jarak 9×9×9 m. Areal berbukit, dibuat teras melingkari bukit dan lubang berjarak 1,5 m dari sisi lereng.
3.2.3. Cara Penanaman
Penanaman pada awal musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur. Sehari sebelum tanam, siram bibit pada polibag. Lepaskan plastik polybag hati-hati dan masukkan bibit ke dalam lubang. Taburkan Natural GLIO yang sudah dikembangbiakkan dalam pupuk kandang selama + 1 minggu di sekitar perakaran tanaman. Segera ditimbun dengan galian tanah atas. Siramkan POC NASA secara merata dengan dosis ± 5-10 ml/ liter air setiap pohon atau semprot (dosis 3-4 tutup/tangki). Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA. Adapun cara penggunaan SUPER NASA adalah sebagai berikut: 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon.
3.3. Pemeliharaan Tanaman
3.3.1. Penyulaman dan Penjarangan
Tanaman mati disulam dengan bibit berumur 10-14 bulan. Populasi 1 hektar + 135-145 pohon agar tidak ada persaingan sinar matahari.
3.3.2. Penyiangan
Tanah di sekitar pohon harus bersih dari gulma.
3.3.3. Pemupukan
Anjuran pemupukan sebagai berikut :
Pupuk Makro
Urea
1.  Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36, 225 kg/ha
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst, 1000 kg/ha
TSP
1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36, 115 kg/ha
2. Bulan ke 48 & 60, 750 kg/ha
MOP/KCl
1.  Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36, 200 kg/ha
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst, 1200 kg/ha
Kieserite
1.  Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36, 75 kg/ha
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst, 600 kg/ha
Borax
1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36, 20 kg/ha
2.Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst, 40 kg/ha
NB. : Pemberian pupuk pertama sebaiknya pada awal musim hujan (September – Oktober) dan kedua di akhir musim hujan (Maret- April).
POC NASA
a. Dosis POC NASA mulai awal tanam : 0-36 bln 2-3 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 4 – 5 bulan sekali
>36 bln 3-4 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 3 – 4 bulan sekali
b. Dosis POC NASA pada tanaman yang sudah produksi tetapi tidak dari awal memakai POC NASA
Tahap 1 : Aplikasikan 3 – 4 kali berturut-turut dengan interval 1-2 bln. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Tahap 2 : Aplikasikan setiap 3-4 bulan sekali. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Catatan: Akan Lebih baik pemberian diselingi/ditambah SUPER NASA 1-2 kali/tahun dengan dosis 1 botol untuk + 200 tanaman. Cara lihat Teknik Penanaman (Point 3.2.3.)
3.3.4. Pemangkasan Daun
Terdapat tiga jenis pemangkasan yaitu:
a. Pemangkasan pasir
Membuang daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.
b. Pemangkasan produksi
Memotong daun yang tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) untuk persiapan panen umur 20-28 bulan.
c. Pemangkasan pemeliharaan
Membuang daun-daun songgo dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 helai.
3.3.5. Kastrasi Bunga
Memotong bunga-bunga jantan dan betina yang tumbuh pada waktu tanaman berumur 12-20 bulan.
3.3.6. Penyerbukan Buatan\
Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah, dibantu penyerbukan buatan oleh manusia atau serangga.
a. Penyerbukan oleh manusia
Dilakukan saat tanaman berumur 2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir.
  Cara penyerbukan:
1. Bak seludang bunga.
2. Campurkan serbuk sari dengan talk murni ( 1:2 ). Serbuk sari diambil dari pohon yang baik dan biasanya sudah dipersiapkan di laboratorium, semprotkan serbuk sari pada kepala putik dengan menggunakan baby duster/puffer.
b. Penyerbukan oleh Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit
Serangga penyerbuk Elaeidobius camerunicus tertarik pada bau bunga jantan. Serangga dilepas saat bunga betina sedang represif. Keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15% dan produksi inti (minyak inti) meningkat sampai 30%.
3.4. Hama dan Penyakit
3.4.1. Hama
a. Hama Tungau
Penyebab: tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala: daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz. Pengendalian: Semprot Pestona atau Natural BVR.
b. Ulat Setora
Penyebab: Setora nitens. Bagian yang diserang adalah daun. Gejala: daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja. Pengendalian: Penyemprotan dengan Pestona.
3.4.2. Penyakit
a. Root Blast
Penyebab: Rhizoctonia lamellifera dan Phythium Sp. Bagian diserang akar. Gejala: bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian: pembuatan persemaian yang baik, pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO.
b. Garis Kuning
Penyebab: Fusarium oxysporum. Bagian diserang daun. Gejala: bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering. Pengendalian: inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO semenjak awal.
c. Dry Basal Rot
Penyebab: Ceratocyctis paradoxa. Bagian diserang batang. Gejala: pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian: adalah dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki. Penyemprotan herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki .
3.5. Panen
3.5.1. Umur Panen
Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.

RAWAT TANAMAN BELUM MENGHASILKAN

Tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah tahapan sejak tanaman kelapa sawit selesai ditanam  sampai tanaman memasuki masa panen pertama. Rawat TBM adalah setiaperjaan yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan tanaman sehingga mempercepat masa TM. Berdasarkan jenis pekerjaan, rawat TBM dibagi dalam kelompok kegiatan:
1. Rawat path/jalan tikus
2. Rawat piringan
3. Pembrantasan lalang
4. Rawat gawangan (DAK)
5. Sensus pohon
6. Konsolidasi



1.   RAWAT JALAN TIKUS
Pengertian
      Jalan tikus adalah jalan yang dibuat diantara dua barisan tanaman yang berfungsi sebagai jalan para pekerja rawat maupun jalan untuk memudahkan pengawasan pekerjaan secara keseluruhan.
Standar Jalan Tikus
1. Lebar 1,2 sampai 1,5 meter.
2. Bebas dari tunggul atau sisa-sisa kayu
3. bebas dari gulma, anak kayu dan kacangan.
4. Pada TBM I harus ada satu Path setiap 8 barisan  (1: 8)
5. Pada TBM II harus ada satu Path setiap 4 barisan (1: 4).,
6. Pada TBM III harus Path setiap dua barisan (1:2)
7. Jalan tikus harus dirawat secara rutin dengan rotasi 60 hari dan 0,3 Hk/ha.
8. Rawat dilakukan secara khemis dengan jenis herbisida dan dosis yang ditentukan K.a Kebun.
Contoh Penyimpangan
Bila pada saat pelaksanaan rawat ada Path yang relatif bersih maka path tersebut tidak perlu dilakukan rawat (selektif).
Pada tempat tertentu Path sudah semak sebelum tiba rotasi. Untuk itu perlu perlakuan khusus yang harus dikonsultasikan K.a Kebun.

2.       RAWAT PIRINGAN (Circle)
Pengertian
 Piringan adalah areal di sekeliling pohon yang dibersihkan guna memberikan ruang untuk pertumbuhan tanaman maupun sebagai tempat menaburkan pupuk.
Standar Piringan
1. Pada TBM I jari-jari piringan 1-1,5 m dari pangkal tanaman
2. Pada TBM II dan III jari-jari piringan 2-2,5 m dari pangkal tanaman
3. Piringan harus bebas dari segala jenis gulma.
4. Rawat piringan dilakukan 6 kali setahun (rotasi 60 hari) dengan 3 kali khemis dan 3 kali manual secara bergantian.
Contoh Penyimpangan
1. Bila pada saat pelaksanaan rawat, ada piringan yang masih relatif bersih maka piringan tersebut tidak perlu dilakukan rawat (selektif).
2. Bila lebar piringan yang dikerjakan tidak memenuhi standar, mandor harus menyuruh karyawan untuk mengulangi pekerjaan.
3. Bila pada saat rawat dijumpai lalang di piringan maka lalang harus ditinggalkan.
4. Pada tempat tertentu piringan sudah semak sebelum tiba rotasi. Untuk itu perlu perlakuan khusus yang harus dikonsultasikan dengan K.a Kebun.

3.       Pemberantasan Lalang
Pengertian
Lalang adalah jenis gulma yang berbahaya sehingga harus diberantas sampaituntas. Lalang yang harus diberantas adalah yang termasuk kategorisheet, spordis maupun katagori wiping.
Standar Rawat
1. Areal kebun baik piringan, gawangan, path, maupun parit/sungai harus bebas lalang.
2. Bebas lalang yang dimaksud adalah bebas lalang katagori sheet, sporadis,maupun katagori wiping.
3. Pemberantasan lalang katagori wiping dilakukan rutin dan secara khemis dengan rotasi 60 hari.
4. Pemilihan dan penetapan kebutuhan  herbisida yang akan digunakan harus dikoordinasikan dengan K.a Kebun
5. Bila memberantas lalang katagori sheet dan sporadis dengan penyemprotan harus:
a. Menggunakan air bersih (bukan air yang berlumpur atau keruh).
b. Dilakukan pada pagi atau siang hari saat cuaca cerah.
6. Penggunaan alat semprot harus dikaliberasi dulu, dan tata cara pelaksanaannya harus ditanyakan kepada K.a Kebun
7. Bila memberantas lalang katagori wiping:
•         Dosis harus dikonsultasikan dengan K.a Kebun.
•         Menggunakan air bersih.
•         Menggunakan lap/kain.
•         Dilakukan pada pagi atau siang hari saat cuaca cerah.
Contoh Penyimpangan
1. Penyemprotan tidak tuntas, ada lalang tidak tersemprot.
2. Kadang-kadang setelah disemprot lalang tumbuh lagi atau tidak mati.
3. Lalang tumbuh lagi sebelum tiba rotasi.
4. Bila dijumpai hal-hal tersebut harus dibuat perlakuan khusus dan harus dikonsultasikan dengan K.a Kebun.


4.   Rawat Gawangan (DAK)
Pengertian
            Rawat gawangan adalah membersihkan gulma dari kelompok anak kayu yang ada di gawangan pohon termasuk path, piringan dan sekitar parit / sungai.
Standar gawangan
1.       pada TBM I / II areal (gawangan ) harus dipenuhi LCC ( kacangan) 100%.
2.       pada TBM III selain LL 100% ditolerir adanya rumpu-rumputan lunak (paitan dan sebagainya)
3.       rawat gawangan harus dilaksanakan rutin dengan rotasi 60-90 hari (4-6 kali setahun) secara manual.
4.       gulma anak kayu, keladi-keladian, pisang-pisangan harus dicabut tidak boleh dibabat. (gambar 3)
5.       bila rawat dilakukan secar khemis, pemilihan dan penetapan dosis dan keburtuhan herbisida harus di konsultasikan dengan Ka. Kebun.
Contoh penyimpangan
1. Pada areal rendahan, gulama tumbuh lebih cepat sehingga sudah semak sebelum rotasi.
2. Bila anak kayu tumbuh bersama- sama lalang, hanya anak kayu yang diambil, sedang lalang ditinggalkan.
3. Terhadap hal-hal tersebut perlu perlakuan khusus yang harus dikonsultasikan dengan Ka. Kebun.

5.   Sensus Pohon
pengertian
Sensus pohon adalah menghitung jumlah pohon kelapa sawit tiap blok pada areal afdeling. Dengan sensus pohon akan diketahui apakah jumlah pohon tiap blok telah sesuai atau belum terhadap standar.
Standar Sensus Pohon
1. Jumlah pohon tiap blok harus sesuai dengan standar jarak tanam atau kerapatan pohon yaitu 136 pohon /ha
2. Sensus pohon harus dilakukan setelah selesai penanaman dan tidak boleh lebih dari 6 bulan.
3. Pelaksanaan sensus harus memakai form sensus yang telah disediakan .
4. Hasil sensus harus dipetakan tiap blok.
5. Kode –kode dalam peta harus mengikuti aturan yang sudah ada.
6. Sensus dilakukan setahun sekali oleh petugas sensus.
7. Ka. Afdeling harus melakukan cross check terhadap hasil sensus yang dibuat petugas.

6.   Konsolidasi
Pengertian
            Konsolidasi adalah kegiatan memperbaiki penyimpangan yang dialami pohon baik sebagai akibat kesalahan dalam penanaman maupun akibat gangguan alam. Yang diperbaiki dalam pekerjaan konsolidasi adalah kondisi tanaman yang condong, penimbunan kurang, timbunan cekung, timbunan berlebihan dan sejenisnya.
Standar Konsolidasi
            Setiap tanaman atau tegakan yang telah ditanam di lapangan tidak boleh condong atau miring, timbunan kurang (cekung), longsor (pada areal countour.
1. Konsolidasi harus dilakukan setiap blok setelah selesai penanaman.
2. Konsolidasi dilakukan hanya sekali paling lambat 6 bulan setelah tanam.
3. Alat yang digunakan dalam konsolidasi adalh cangkul dan alat lain yang diperlukan.

RAWAT TANAMAN MENGHASILKAN
Tanaman menghasilkan atau TM adalah tanaman yang sudah dipanen (diambil hasilnya) secara rutin.  Kegiatan rawat pada TM ditujukan untuk mendukung produktivitas tanaman dan memperlancar kegiatan panen.  Berdasarkan jenis pekerjaan, rawat TM di bagi dalam:
1. Rawat path / jalan panen
2. Rawat circle / piringan
3. Pembrantasan lalang
4. Rawat gawangan (DAK)
5. Pruning
6. Rawat TPH

1.   RAWAT JALAN PANEN
Pengertian
            Jalan panen adalah jalan ditengah-tengah barisan tanaman yang diperuntukkan bagi orang panen agar mudah mencari tandan masak dan mengangkut hasilnya.
Standar Jalan Panen
1. Lebar 1,2 – 1,5 meter.
2. Letaknya searah barisan tanaman untuk areal datar, dan mengikuti contour untuk daerah berbukit (ada teras).
3. Setiap dua barisan tanaman harus ada satu jalan panen.
4. Jalan panen harus bebas dari tunggul / kayu-kayuan.
5. Jalan panen harus bersih dari gulma.
6. Rawat jalan panen harus dilakukan rutin dengan rotasi 90 hari (4 kali setahun) secara khemis.
7. Pelaksanaan rawat jalan panen dilakukan bersamaan dengan kegiatan perawatan piringan dan TPH (CPT).
Contoh penyimpangan
1.         Bila pada saat rawat jalan panen masih bersih, rawat bisa ditinggalkan (selektif).
2.        Pada areal yang sudah menutup biasanya jalan panen tidak perlu lagi dirawat kecuali pinggir jalan.
3.        Terhadap hal-hal khususdiluar standar Ka.Afdeling harus mengkonsultasikan dengan Ka. Kebun.

2.   RAWAT PIRINGAN (CIRCLE)
Pengertian
            Piringan adalah daerah disekeliling pohon yang dibersihkan untuk mempermudah pengumpulan brondolan sewaktu panen maupun untuk tempat penaburan pupuk.
Standar Piringan.
1. Jari-jari piringan adalah minimal 15 cm dari ujung daun terluar (lihat gambar 4.)
2. Piringan harus bebas dari segala rumput- rumputan (gulma)
3. Rawat piringan dilakukan rutin dan secara khemis dengan rotasi 90 hari ( 4 kali setahun)
4. Bila pada saat pelaksanaann pekerjaan, dijumpai piringan yang masih bersih (sesuai standar), piringan tersebut bisa ditinggalkan (perawatan selektif).
5. Pada pelaksanaan rawat secara khemis maka:
a. Penetapan jenis, kebutuhan, dosis/konsentrasi herbisida harus dikonsultasikan dengan Ka. Kebun.
b. Pengunaan alat harus dikonsultasikan terlebih dahulu dan pelaksanaanya dikoordinasikan dengan Ka. Kebun.
c. Air yang digunakan untuk menyemprot harus air bersih, tidak keruh dan bukan air berlumpur
Contoh Penyimpangan
1. Bila pada saat pelaksanaan, di jumpai piringan yang masih bersh (sesuai standar), piringan tersebut bisa ditinggalkan (perawatan selektif)
2. Pada areal dipinggir jalan/ rendahan gulma dipiringan lebih cepat tumbuh semak.
3. Areal seperti itu perlu perlakuan khusus misalnya penyemprotan lebih basah dibanding yang lainnya.
4. setiap adanya penyimpangan Ka. Afdeling harus mengkonsultasikan dengan Ka. Kebun.


 3.   Pembrantasan Lalang
Pengertian
            Pembrantasan lalang adalah kegiatan membrantas setiap lalang yang tumbuh di areal tanaman dan sekitarnya, misalnya jalan, parit, dan sebagainya.
Standar Lalang
1. Semua areal tanaman (piringan, gawangan) harus bebas lalang.
2. Semua areal sekitar tanaman (jalan , sungai) harus bebas lalang.
3. Pembrantasan lalang harus dilakukan rutin dan secara khemis dengan rotasi 90 hari (4 kali setahun).
4. Pembrantasan lalang harus dikerjakan secara khusus (tidak digabung dengan pekerjaan lainnya.
5. Setiap lalang yang tumbuh di areal tanaman harus disemprot herbisida khusus dan tidak boleh dicabut /dibabat.
6. Pada pembrantasan lalang secara khemis maka:
a. Penetapan jenis, kebutuhan, dosis/konsentrasi herbisida harus dikonsultasikan dengan Ka. Kebun.
b. Penggunaan alat semprot harus dikalibrasi terlebih dahulu, dan pelaksanaannya harus dikonsultasikan dengan Ka. Kebun.
c. Penyemprotan harus menggunakan air bersih dan dilakukan pada pagi /siang saat cuaca cerah.
7. Pada pembrantasan dengan wiping maka:
a. Dosis atau konsentrasinya harus diknsultasikan dengan Ka. Kebun.
b. Harus menggunakan lap dari kain untuk pengusapannya.
c. Harus menggunakan air  bersih.

4.   RAWAT GAWANGAN (DAK)
Pengertian
            Weeding gawangan adalah pembersihan gulma kelompok anak kayu di gawangan yang dianggap merugikan tanaman maupun menggagu pekerjaan panen.
Standar Gawangan
1. Bebas dari gulma kelompok kayu-kayuan, paki-pakisan, kerisan, araso, pisang-pisangan, keladi-keladian, bambu, meremia, dan sebagainya.
2. Rawat gawangan harus dilakukan rutin, dengan rotasi 90 hari (4 kali setahun) secara manual.
3. Gulma harus dicabut tidak boleh dibabat.
4. Bila pada waktu mengerjakan rawat gawangan dijumpai lalang, maka lalang tersebut tidak boleh dibabat tetapi harus dibiarkan agar bisa dikerjakn oleh petugas khus lalang.
Contoh Penyimpangan
1. Gulma kelompok kayu-kayuan biasanya tumbuh lebi cepat pada daerah rendahan /sekitar tanah kosong.
2. Pada daerah tertentu punya ciri gulma tertentu, misalnya areal meremia, pisang-pisangan sehingga memerlukan pananganan khusus.
3. Setiap penanganan  penyimpangan harus dikonsultasikan dengan Ka. Kebun.

5.   Pruning (Penunasan)
Pengertian
Pruning ialah pekerjaan memotong pelepah dengan tujuan menjaga standar jumlah pelepah tiap pohon kelapa sawit.
Standar Jumlah Pelepah
1. Tanaman TBM III –TMI jumlah pelepah yang harus ada ialah 56-64 pelepah.
2. Tanaman TMIII ke atas jumlah pelepah yang harus ada ialah 48-56 pelepah.
3. Pruning harus dilakukan secara rutin pada tanamanyang menghasilkan.
4. Alat yang digunakan untuk pruning ialah dodos (tanaman yang berumur di bawah 7 tahun) atau egrek (tanaman yang berumur di atas 7 tahun).
5. Pruning terhadap pelepah normal hanya dilakukan bila jumlah pelepah melebihi standar (untuk mengetahui jumlah pelepah ialah dengan cara menghitung berapa tingkat pelepah yang sejajar dari atas ke bawah kemudian dikalikan 8, misalanya ada 6 pelepah yang sejajar berarti pohon itu ± mempunyai 6 ×8 + $* pelepah). Artinya pruning tidak boleh dilakukan bila jumlah pelepah sudah sama atau di bawah standar.
6. Pruning maksimum boleh dilakukan dalam bentuk songgo dua (dua pelepah di bawah tandan paling bawah harus ditinggalkan), untuk tanaman TM yang dipanen dengan dodos dan songo satu untuk TM yang di tanam dengan egrek..
7. Bekas potongan pelepah harus ”mepet” dengan pohon
8. Pelepah bekas pruning harus disusun digawangan mati setelah dipotong-potong /direncek
Contoh Penyimpangan
1. Pada tanaman muda seringkali pruning dilakukan secara berlebihan sehingga harus diwaspadai.
2. Pada tanaman yang tidak normal (abortus) jumlah pelepah biasanya berlebihan karena tidak pernah di panen sehingga perlu penanganan khusus,
3. terhadap hal-hal yang khusus penanganannya harus dikonsultasikan dengan Ka. Kebun.

6.   TPH
Pengertian
            TPH atau tempat pengumpulan hasil adalah suatu tempat yang dibuat khusus untuk mengumpulkan hasil panen (TBS dan brondolan) dari dalam blok, sehingga hasil panen terkumpul, hasil per pemanen bisa diketahui dan mempercepat pengangkutan.
Standar TPH
1. TPH harus bersih dari segala gulma.
2. TPH harus dirawat secara rutin dengan rotasi 90 hari (4 kali setahun)
3. Rawat TPH dilakukan bersamaan dengan kegiatan rawat piringan dan jalan panen.
Contoh Penyimpangan
 Bila pada waktu pelaksanaan rawat TPH masih bersih maka TPH tersebut tersebut tidak perlu dirawat (rawat secara selektif)

http://rawattbm.blogspot.co.id/2011/07/rawat-tanaman-belum-menghasilkan.html
https://threejoko.wordpress.com/budidaya-tanaman-kelapa-sawit-3/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pasca Panen Kelapa